Sabtu, 26 Oktober 2013

Demi Anak, Infakkan Akal Pikiran


           
Ia bukan pengacara. Ia bukan lulusan hukum. Tapi, ia sering berhubungan dengan pihak kepolisian, pengadilan, juga Lembaga Bantuan Hukum. Ia juga bukan politisi, tapi kala bertutur, diksinya amat diperhatikan. Siapa sangka kalau ia hanya lulusan SMP.   
            Dia adalah Suparlan, Ketua Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD) Kajoran. Lembaga yang ia pimpin itu dinilai banyak orang sebagai KPAD paling berhasil se-Kebumen.
            Bagi saya KPAD kami ini belum begitu berhasil. Pertama, karena masih ada beberapa kasus kekerasan anak yang muncul. Kedua, sebenarnya KPAD itu berprestasi kalau jumlah kasus kekerasan anak di desanya menurun,” katanya.
Namun, dia mengakui label ‘berhasil’ bagi KPAD Kajoran diberikan oleh pihak lain. Kemungkinan besar karena KPAD Kajoran sering muncul di forum-forum besar, mulai tingkat kecamatan, kabupaten, hingga propinsi.
“Padahal itu hanya sharing pengalaman saja,” ungkap pria kelahiran 7 Juni 1965 itu.  
Suparlan bercerita, ketika dijadikan sebagai pendamping desa pada pertengahan 2004, kalimat yang langsung meluncur dari bibirnya justru “Innalillahi wa innailahi raaji’uun.” Ia khawatir tidak bisa mengemban tugas itu.
Tapi berkat sering mengikuti proses pelatihan yang difasilitasi Plan, termasuk mengenai Konvensi Hak Anak dan juga simulasi tentang UU Perlindungan Anak, pemikirannya mulai terbuka. Suparlan  sadar, banyak sikap orangtua pada anak yang masih salah dan menjadi pendamping desa adalah peluang untuk bersama mereka memperbaiki hal tersebut.

Modal nekad
Sebelum ada KPAD Kajoran ia dan teman-teman yang peduli anak telah membentuk KP3A (Komite Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) pada 2007 dan pada awal 2010 . mereka mendeklarasikan Komunitas Pemerhati Anak.
Tahun-tahun berikutnya mereka mulai berjejaring dengan LSM lokal dan pemerintah hingga lahir BPPKB (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana) Kabupaten Kebumen; serta dengan LBH (Lembaga Bantuan Hukum)  Pakis.
Salah satu pengalaman yang tak dilupakan Suparlan adalah ketika mendampingi anak korban kekerasan sampai tahap persidangan pada pertengahan 2010. Ia mengaku hanya bermodal keberanian. Namun berkat dorongan teman-temannya, dia tetap intens mendampingi dengan dukungan LBH Pakis.  
Kinerjanya di KPAD terus menanjak. Bersama para personil di KPAD Kajoran, ia menggodok Peraturan Desa Perlindungan Anak. Kemudian, mereka diberi tugas untuk merumuskan draft rancangan Peraturan Desa Perlindungan Anak (Perdes PA). Untuk penentuan pasal per pasal, mereka sebelumnya difasilitasi Plan Indonesia Program Unit Kebumen untuk analisis situasi hak anak.
Kini kita sedang mendorong pihak kabupaten agar segera menggagas Peraturan Daerah Perlindungan Anak,” kata laki-laki berpenampilan sederhana ini.
Ada tiga hal yang telah coba ia usulkan pada pemerintah Kabupaten Kebumen yaitu payung hukum perlindungan anak, adanya forum KPAD se-kabupaten dan nota kesepemahaman antara KPAD dengan kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.
“Ada yang tanya pada saya, kenapa mau susah seperti ini padahal tidak digaji. Saya jawab, kalau mau infak harta, saya tidak punya. Saya hanya punya akal pikiran, dan itulah yang saya infakkan untuk kepentingan anak, anggap saja menanam asset di akhirat,” katanya sambil tersenyum. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar