Rabu, 30 Oktober 2013

Ke London dengan ‘Kereta’ Organisasi



          

       
 
“Kalau menunjukkan saya mampu, itu mudah. Tapi, kalau memampukan orang lain, itu sangat sulit. Dan, saya ingin memampukan orang lain.”
            Kalimat itu tercetus dari mulut anak muda berperawakan kecil. Kata-katanya mengalir deras bagai rentetan mitraliur. Tempo bicaranya cepat. Sorot mata dan nada bicaranya menunjukkan kesungguhan. Tempaan hidup yang keras tampak sekali membentuk karakternya.   
            Anak muda itu bernama Agung Widhianto. Ia lahir dari pasangan Widhartono dan Mulyati pada 31 Mei 1994. Ayahnya penarik becak. Ibunya pernah lama sebagai penjual makanan di Stasiun Kebumen. Sejak kecil, Agung dididik untuk tidak larut dalam keprihatinan ekonomi.
            “Ayah saya selalu bilang kalau saya harus bisa jadi orang hebat. Untuk itu, saya harus belajar bagaimana menjadi orang yang susah agar saat sukses kelak tidak meremehkan mereka yang susah,” ungkap peraih beasiswa bidik misi ini.
            Pengagum Bung Karno ini benar-benar ingin menunjukkan pada semua orang bahwa kemiskinan, keterbelakangan, dan keterpurukan bukanlah hambatan berarti untuk menggapai apa yang diinginkan.
            “Modal kesuksesan adalah kesungguhan, kerja keras, dan keyakinan dalam berdoa,” tegas pehobi puisi ini.
            Agung memang sedang membangun tangga kesuksesannya. Pada Februari 2013, ia berangkat ke London sebagai anggota Komite Pengarah Muda (Youth Steering Commitee) Plan Internasional. Sebagai perwakilan Asia, ia akan bertemu dengan enam pemuda lainnya dari Benua Eropa, Amerika, Afrika, dan Amerika Latin. Mereka membentuk rapat kecil dan membahas agenda untuk member assembly pada bulan Juni 2013 di Belanda.
            “Saya membawa isu pluralisme dan multikulturalisme. Sampelnya adalah anak muda Kebumen. Saya banyak membekali diri saya dengan data tentang anak muda Kebumen. Intinya, anak muda Kebumen sebagai bagian dari anak muda Indonesia, itu berbeda dengan anak muda di belahan dunia lainnya. Jadi, kebutuhannya pun akan berbeda.”
            Pencapaian Agung tidak diraih dalam sekejap mata. Ia perlu menapaki jalan berliku untuk sampai pada titik sekarang. 
Sejak kecil, Agung telah akrab dengan kehidupan di Stasiun Kebumen. Sang ayah menyewa sebuah kios dagang di situ. Agung banyak diajari ayahnya untuk membaca dan menulis. Ia pun meraup berupa-rupa pengetahuan dari ragam orang yang ditemuinya, di antaranya adalah jurnalis. Pertemuan dan bincang-bincang itu rupanya membekas kuat dalam dirinya. Satu hal yang memantik Agung bercita-cita sebagai reporter ulung.    
Sewa kios yang kian mahal, ayahnya pun memutuskan untuk menjadi tukang becak. Agung diminta belajar sambil menunggui becak. Ia bisa beristirahat kalau ayahnya pergi mengantarkan penumpang.
Sejak kelas 6 di SD Negeri 5 Panjer hingga kelas 9 di SMP Negeri 3 Kebumen, Agung membantu ibunya jualan makanan di Stasiun Kebumen. Dia jualan tiap pagi sebelum berangkat sekolah dan sore seusai bantu ibunya belanja bahan makanan dan mengolahnya.
Pada masa SMP, Agung mulai aktif di organisasi. Saat kelas 7, ia terpilih menjadi Ketua Regu Pramuka. Di kelas 8, ia menjadi Ketua Dewan Pramuka. Posisinya di Pramuka naik terus hingga sekarang.
Perkenalannya dengan Plan diawali dengan mengikuti pertemuan anak tingkat kabupaten di Benteng Van Der Wijk, Gombong. Saat itu Agung masih duduk di kelas 8 SMP. Selama kegiatan, ia sangat aktif dan berani berargumen. Oleh panitia, ia pun diajak bergabung dalam Komunitas Peduli Anak Kebumen (KOMPAK) untuk mempromosikan hak-hak anak. Seiring waktu berjalan, ia menduduki posisi ketua saat berada di kelas 10 SMP.
Selain itu, Agung ikut Forum Anak Kabupaten Kebumen yang merupakan bentukan pemerintah. Ia dimandatkan pula memimpin forum tersebut.
Sejak itu, jam terbangnya kian tinggi dalam organisasi. Ia harus siap dipanggil untuk mewakili KOMPAK di berbagai acara. Setidaknya, ada 40 kegiatan yang pernah ia ikuti, baik itu lingkup kabupaten, propinsi, hingga nasional sejak kelas 8 SMP hingga 3 SMA. Belum lagi kegiatan di kampus.   
Saat ini, Agung di KOMPAK lebih fokus di tataran organisasi.
“Saya banyak mewakili suara teman-teman. Saya tidak fokus membenahi manajemen dalam tubuh KOMPAK itu sendiri. Dan, saya datang ketika ada reorganisasi,” terang Ketua Majelis Besar KOMPAK ini.   
            Selama ini, KOMPAK telah didukung oleh Plan Program Unit Kebumen juga pemerintah Kebumen. Sebagai tindak lanjut, Agung dan teman-temannya sepakat membentuk Dewan Anak Muda Kebumen. Mereka telah mengadakan kongres pada 26-27 Januari 2013.
            Tentang motivasinya membentuk Dewan Anak Muda Kebumen ini, Agung menjelaskan,  “Saya ingin membawa anak-anak muda Kebumen agar aktif, kritis, dan responsif terhadap hak-haknya. Saya mengajak teman-teman Kebumen untuk mengonsep cara agar suara kami didengar oleh pemerintah dalam bentuk yang lebih kuat lagi. Bukan dalam bentuk perseorangan.”
            Melalui wadah ini pula, Agung hendak menyalurkan pengalaman dan kemampuannya pada anak-anak muda Kebumen. “Saya ingin memampukan mereka untuk bisa lebih dari saya,” cetus pembelajar tipe auditori ini.
            Belajar dengan cara mendengarkan, demikianlah Agung. Ia punya prinsip, “Saya tidak tahu banyak hal, makanya saya ingin tahu”. Caranya dengan bertanya dan menjelaskan ke orang lain. Jika ia dapat pengetahuan tentang suatu hal dari orang lain, maka akan ia sampaikan pengetahuan tersebut ke orang lain dalam bentuk berbeda. Mengenai ini, ia punya pandangan yang filosofis.
            “Pengetahuan itu bicara tentang teori, tapi kebijaksanaan itu bicara tentang praktik. Pengetahuan itu cenderung berbicara, tapi kebijaksanaan itu cenderung mendengarkan.”                Di sela-sela kesibukan kuliah sebagai mahasiswa Ilmu Politik dan Pemerintahan UGM angkatan 2012, Agung hampir tiap minggu ke Kebumen. Ia menjadi fasilitator, motivator, juga trainer untuk beberapa acara di sekolah dan tempat lain. Ia biasanya membagikan pengalamannya, berdiskusi dengan teman-teman, serta untuk keperluan wawancara.
            Ia mengaku jika tidak dibantu Plan, ia tidak akan berjuang seperti saat ini.
            “Saya difasilitasi Plan. Sampai saat ini, saya tidak pernah melupakan orang-orang yang pernah membantu saya. Mereka adalah tonggak-tonggak kesuksesan saya. Kalau saya melupakan mereka, saya akan merobohkan itu semua dan jatuh.”
            Kiprahnya di berbagai ranah organisasi, khususnya KOMPAK, kian mematangkan karakter kepemimpinan dalam diri Agung. Ia bisa sampai ke London juga berkat godokan selama berkecimpung di ragam wadah yang menyuarakan perlindungan hak-hak anak.  
Baginya, prinsip dalam berjuang adalah kemanusiaan. Bagaimana manusia dimanusiakan. Dan, manusia itu benar-benar menjadi manusia bagi orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar