Rabu, 30 Oktober 2013

Aktivis Desa Pembela Hak Anak dari Pesuningan


Di sela kesibukan bermacam aktivitasnya, sosok perempuan ini masih menyempatkan waktu untuk memperhatikan pentingnya kedekatan buah hati dan suaminya. Tiap hari ibu rumah tangga berusia 43 tahun ini selalu menyempatkan waktu untuk bisa makan bersama dengan suami Kusnadi (48) dan anak ketiga, Diana Kusumawati, remaja 13 tahun.

Menurut perempuan berjilbab itu, waktu makan bersama menjadi waktu berkualitas (quality time) untuk saling terbuka, berbagi, dan bermusyawarah antaranggota keluarga. Meskipun, dia masih merasa ada yang kurang. Pasalnya, dua dari tiga putranya kini bekerja dan tinggal di Jakarta. Sehingga, di rumah hanya anak ketiganya yang kini bersekolah di SMPN 2 Prembun.

Menyebut KPAD Pesuningan, Kecamatan Prembun, Kebumen, tak bisa lepas dari sosok satu ini. Adalah Tri Sugini, sosok perempuan itu. Aktivis yang ikut membidani lahirnya KPAD Pesuningan mulai dari saat merintis hingga mendorong terbentuknya Peraturan Desa (perdes) sebagai bagian penopang keberadaan KPAD.

Menjalankan aktivitas sehari-harinya itu, bu Gini--panggilan akrab Tri Sugini ini hanya berujar, "Saya ingin mengabdi dan menolong sesama manusia selama masih bisa."

Selain sebagai pengelola KPAD Pesuningan. Tercatat, bu Gini tiap hari pada Senin hingga Kamis juga aktif mengajar di POS PAUD Multi Rahayu Desa Pesuningan mulai pukul 08.00 hingga 10.00 WIB. Setelah itu, bu Tri bisa melejit ke mana-mana dengan sepeda motor Mio-nya. Entah ke balai desa Pesuningan atau Hotel Candisari, Karanganyar atau ke pusat kota Kebumen. Tentunya untuk urusan-urusan sosial dan sebentuk pengabdian-pengabidan lainnya.

"Meski jarang di rumah kalau pagi hingga siang, saya ingin selalu bisa bersama keluarga saat makan malam dan sarapan pagi," tutur perempuan kelahiran Kebumen, kelahiran Kebumen, 06 Juni 1969.

Julukan aktivis desa disematkan pada sosok perempuan ini bukan tanpa alasan. Seabrek kegiatan yang digelutinya menjadi bukti. Antara lain, Kader Penanggulangan Diare Dinkes Kabupaten Kebumen; Kader TB, Aisyiah Muhammadiyah Kebumen; sekretaris PAUD Multi Rahayu Desa Pesuningan; Ketua Kelompok Wanita Tani Ternak "Cemani"; dan Pengurus Posyandu Ari Lestari. Terakhir, Tri Sugini terlibat dalam pembentukan Forum KPAD Kabupaten Kebumen di Hotel Candisari, 8-9 Februari 2013 silam.

Bu Gini mengungkapkan, sebagai pegiat yang berkecimpung pada isu anak dan pembangunan desa, keberadaan KPAD sangat diperlukan sebagai upaya pemenuhan hak-hak anak di desa. Selain itu, juga sebagai upaya preventif menanggulangi tidak terpenuhinya hak-hak anak. "Di desa ini masih banyak orang tua yang mengolok-olok anaknya. Juga guru yang terkadang memukul muridnya, anak memalak anak lain, dan sebagainya, "ujar Tri Sugini prihatin.

Sugini menyadari, segala kekerasan yang menimpa anak baik itu fisik maupun nonfisik itu bisa berdampak pada psikis si anak. Anak yang menjadi korban bisa mengalami trauma berkepanjangan bila tak ada kesadaran orang tua untuk menyembuhkannya. Untuk itu , dia dan pengurus tak henti-hentinya selalu menyosialisasikan hal-hal itu melalui forum-forum pengajian, pertemuan RT RW, dan forum informal lainnya.

"Alhamdulillah, sekarang sudah jarang orang tua yang olok-olok atau memukul anaknya," kata Sugini yang menyatakan bahwa dirinya belum pernah mengolok-olok anak atau memukul ketiga anaknya. Tiga anaknya itu yakni Wawan Kusuma (25), Bayu Kusuma (23), dan Diana Kusumawati (13).

Dia sendiri bersama relawan lain ikut pelatihan-pelatihan seputar pendirian KPAD yang diselenggarakan oleh Plan Indonesia PU Kebumen di Pesuningan sejak tahun 2002. Saat ini, dari sekitar 400 desa di 46 kecamatan  di Kebumen, baru 15 desa yang membentuk KPAD.

"Dari ikut pelatihan Perlindungan Anak itu, hati kecil saya bilang, hal itu benar. Anak-anak harus ada perlindungan dan kasih solusi ketika ada problem yang menimpanya," kata istri dari Kusnadi ini.

Dahulu sebelum diberi nama KPAD seperti sekarang ini, sering berubah-ubah nama. Mulai dari konfrensi perlindungan anak (KPA), kelompok pemerhati anak (KPA). "Pokoknya gonta-ganti namanya," terang dia menceritakan proses terbentuknya nama KPAD.

Keanggotaan KPAD di desanya terdiri dari perwakilan Pemerintah Desa (Pemdes), tokoh masyarakat, tokoh agama, dan bidan desa. Sejak terbentuk pada 2010, KPAD mulai mendapat bantuan dana dari Pemdes melalui dana Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar Rp 1 juta.

Saat ini, menurut bu Gini, kendala yang masih dihadapi yakni perihal pernikahan dini. Tak memungkiri, hal itu dikarenakan faktor pergaulan bebas di kalangan remaja yang mulai menggejala. "Remaja dan orang tua di sini bisa saja sudah mengerti. Nah, yang dari luar desa yang belum ada KPAD kan tidak tahu," tuturnya. Hal itu, menurutnya juga dipengaruhi masih banyaknya anak yang pacaran di bawah umur.

Selain itu, upaya yang terus dilakukannya yakni sosialisasi dan saling mengingatkan kepada orang tua melalui HP. Misalnya, pesan kepada orang tua agar tidak lupa selalu mengontrol dan mengawasi aktivitas anaknya. Bisa juga melalui HP si anak. "Mungkin ada film pornonya atau tidak dan sebagainya. Kalau bukan kita yang ingatkan, siapa lagi? Anak-anak makin pintar. Intinya ini demi masa depan anak," ujarnya. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar