”Pada suatu pagi, sekitar
tahun 2007, saya melihat ada kerumunan orang di dekat balai desa. Saya
bertanya-tanya, ada apa? Ternyata, ada kasus perkosaan yang menimpa seorang
anak perempuan berumur 12 tahun. Pelakunya warga desa kami juga. Saya bingung,
bagaimana menangani kasus seperti ini, walaupun belum lama saya mengikuti
workshop tentang perlindungan anak dan peraturan perundang-undangan. Pikiran
saya terpusat pada kepentingan anak, jadi langkah pertama yang saya lakukan
adalah membawa anak tersebut ke rumah sakit. Baru kemudian saya melaporkan kasus tersebut ke kantor kepolisian,”
Haminah, seorang penggerak perlindungan anak dari Desa Penimbun, Kecamatan
Karanggayam, Kabupaten Kebumen, menuturkan pengalamannya.
Haminah, dibantu oleh beberapa pendamping anak dari desa lain dan didukung
oleh Plan Indonesia Program Unit Kebumen, mendampingi korban perkosaan dan
mendorong tertanganinya kasus tersebut secara hukum. Sayang, pelaku berhasil
melarikan diri sehingga penanganan kasus tidak terselesaikan hingga saat ini.
Tak lama berselang, terjadi kasus anak di desa lain, yakni kasus anak yang
melakukan pencurian. Kembali para pendamping anak bersama-sama memberikan
dukungan dalam penanganan kasus tersebut.
Pengalaman menghadapi dua kasus anak, melahirkan serangkaian diskusi
diantara para pendamping anak. Proses ini membangkitkan kesadaran tentang
pentingnya pemahaman dasar mengenai perlindungan anak agar mereka siap
memberikan respon dengan baik.
Didukung oleh Plan Indonesia Program Unit
Kebumen, pada tahun 2007 diselenggarakanlah ”Lokalatih system rujukan kasus kekerasan terhadap anak dan Perempuan”
yang menghadirkan instansi pemerintah terkait sebagai narasumber. Lokalatih
diikuti perwakilan dari lima (5) desa.
Lokalatih ini mendorong kesadaran baru, bahwa diperlukan jalinan kerja sama
yang melibatkan berbagai unsur di desa untuk memberikan perlindungan terhadap
anak. Jalinan kerjasama diwujudkan dengan pembentukan organisasi yang berfungsi
melakukan berbagai upaya pencegahan dan memberikan respon terhadap kasus-kasus anak
terutama kasus kekerasan.
Selanjutnya terbentuk jaringan perlindungan
anak di lima (5) desa dengan nama yang berbeda-beda. Di desa Penimbun dan
Kajoran diberi nama KP3A (Komite
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak). Tiga desa lainnya menggunakan
nama dengan singkatan yang sama, yakni KPAD, namun dengan kepanjangan yang
berbeda-beda. Desa Karangmaja menggunakan nama ”Komite Perlindungan Anak Desa”,
Desa Kalirejo memberi nama ”Kelompok
Perlindungan Anak Desa”, dan Desa Logandu menyebut organisasinya sebagai ”Komunitas Pemerhati Anak Desa”.
Pada tahun 2011, ke lima desa menggunakan nama KPAD, dengan kepanjangan
yang bervariasi. Berikutnya menyusul desa-desa lainnya membentuk organisasi
serupa sehingga pada saat itu berjumlah 15 desa.
Interaksi antar KPAD yang terjalin, baik untuk saling mendukung, berbagi
pengalaman, dan memetakan persoalan yang dihadapi maupun kebutuhan pengembangan
ke depan, telah mendorong KPAD menghimpun diri dan membentuk Forum KPAD Kebumen.
Pengakuan yang dinilai mampu memberikan jaminan bagi keberlangsungan KPAD
adalah menjadikan sebagai lembaga desa. Ini diwujudkan dengan adanya Surat
Keputusan Kepala Desa tentang keberadaan dan kepengurusan KPAD. Saat buku ini
disusun, di sembilan (9) desa juga telah mengesahkan Peraturan Desa tentang
Perlindungan Anak, yang salah satu ketentuannya memuat tentang keberadaan KPAD.
Pada saat buku disusun, perkembangan menggembirakan adalah disahkannya
Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2013, tertanggal 30 Mei 2013 tentang Perlindungan
Anak, yang memasukkan ketentuan tentang Komisi Perlindungan Anak Desa (KPAD)
dan Komisi Perlindungan Anak Kelurahan (KPAK). Dengan demikian, keberlangsungan
organisasi dapat lebih terjamin karena telah diletakkan sebagai salah satu
lembaga desa dengan dasar hukum yang lebih tinggi.
Pemerintah Kabupaten Kebumen sejak tahun 2012 sesungguhnya telah merintis
pula pembentukan KPAD di 10 desa, dan setiap tahunnya terus diperluas ke desa
atau kelurahan lainnya.
Berbagai pengalaman membangun dan mengembangkan serta menjalankan berbagai
kegiatan perlindungan anak yang dilakukan oleh KPAD di Kebumen, tentunya
merupakan pelajaran berharga yang dapat dipetik, yang diharapkan dapat
menginspirasi dan mendorong masyarakat luas, aktivis anak, organisasi-organisasi non pemerintah dan pemerintah
daerah dan pemerintah di tingkat nasional untuk mengembangkan hal serupa.
Yang penting untuk menjadi catatan, bahwa lahirnya KPAD di Kebumen adalah
hasil inisiatif dan kepedulian para relawan peduli anak yang mendapat respon
(gayung bersambut) dari para pihak yang mempunyai kesepahaman yang sama dalam
upaya pemenuhan dan perlindungan anak.
Berkat kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak (Pemerintah Daerah, Plan
Indonesia (saat itu), LSM lokal)
menjadikan KPAD Kebumen yang kemudian membentuk wadah Forum KPAD Kebumen terus
mengibarkan bendera Perlindungan anak. Dalam perjalanannya (sampai saat ini)
tantangan dan rintangan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan
pola pikir warga masyarakatnya.
Respon Pemerintah Daerah (dengan lahirnya Perda
3 Tahun 2013 dan Perbup 116 / 2013) sangat luar biasa. Tahun 2014 mereplikasi
84 KPAD baru dan sampai akhir 2015 ini tercatat 250 dari 449 desa telah
terbentuk KPAD (data BPPKB). Awal 2016
telah disiapkan 77 desa untuk membentuk KPAD dan dan ditargetkan diakhir 2016
semua desa/kelurahan di Kabupaten Kebumen telah terbentuk KPAD/KPAK. Untuk
proses pembentukkan sampai pada pendampingannya diserahkan kepada Forum KPAD
untuk memfasilitasinya.