Pada praktek pengalaman kerja KPAD, kerapkali terjadi kesalahpahaman masyarakat dalam meletakkan posisi perlindungan anak. Perlindungan dianggap sebagai pembenaran bagi anak untuk melakukan tindakan apapun tanpa adanya resiko untuk mempertanggung-jawabkan tindakannya tersebut. Komentar yang bermunculan lebih bernada kekhawatiran bahwa anak akan menjadi liar, bersikap semaunya, dan membangkitkan keberanian untuk melawan orangtua. Di sisi lain, terjadi pembiaran karena orangtua khawatir bila melakukan sesuatu akan dipersalahkan dan dapat dilaporkan.
Pemahaman demikian, tentu saja perlu diluruskan. Perlindungan anak bukan berarti melakukan pembiaran. Jika anak melakukan kesalahan, anak dapat dikenai hukuman.
Hanya saja hukuman yang diberikan adalah penghukuman positif yang tidak menciderai dan merugikan perkembangan kapasitas anak. Bila anak dibiarkan melakukan kesalahan-kesalahan serupa tanpa adanya sikap dari orangtua, maka sesungguhnya yang terjadi adalah kita telah melepaskan tanggung jawab. Ini akan merugikan perkembangan kapasitas anak untuk berkembang lebih baik.
Upaya perlindungan anak sebaiknya dilekatkan dengan pendidikan. Orangtua dan masyarakat turut bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan bagi anak dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Pemahaman tentang perlindungan anak hendaknya dipahami secara utuh oleh orangtua, masyarakat, dara para pihak yang bersinggungan langsung dengan anak, agar tidak terjadi kesalahpahaman. Hal itu disampaikan oleh Mardiadi (Ketua Forum KPAD Kebumen) dalam pengantar diskusi ”Membedah Buku Panduan TOT Fasilitator Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat” Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Diskusi yang dilaksanakan pada hari Minggu, 22 Mei 2016 di aula Perpustakaan Daerah Kabupaten Kebumen itu, dihadiri oleh pengurus forum KPAD Kebumen, perwakilan pengurus KPAD dan Fasilitator Muda Kebumen.
Dalam kesempatan tersebut, Suparlan yang mewakili Forum KPAD untuk mengikuti TOT yang dilaksanakan di Bangka belitung selama 5 hari itu membeberkan bahwa ”Kementerian PP-PA akan membentuk PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) sehingga untuk mengawalinya menyusun panduan bagi fasilitator PATBM. Namun isi dari panduan itu ada beberapa yang dimungkinkan kesulitan dalam pelaksanaannya, dan dianggap buku panduan itu belum siap pakai.
Dalam panduan disebutkan bahwa PATBM adalah sebuah gerakan (bukan program atau kegiatan maupun kelembagaan) namun tetap berbasis kemasyarakatan. Dari bentuknya saja yang berupa gerakan ini sudah menyulitkan dalam pelaksanaannya.
Dalam upaya perlindungan anak, aspek kultural dan kearifan lokal ini menjadi pertimbangan pertama. Belum lagi bicara bagaimana peran dan intervensi dari pemerintah, sehingga kalau panduan ini ”dipaksakan” untuk dilaksanakan dikhawatirkan justru akan menghambat capaian dari PATBM itu sendiri. Lebih lanjut disampaikan bahwa mekanisme Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat di Kebumen dilakukan dengan beberapa tahapan, mulai dari memberikan pemahaman apa itu PABM, siapa yang dapat menjadi penggeraknya, bagaimana langkah-langkah pembentukkannya sampai pada peran tugas pokok dan fungsinya.
Kita harus mencermati buku panduan PATBM ini dengan seksama, sehingga kalau menemukan kejanggalan dan ada yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal ya harus dikritisi, hasilnya disampaikan ke KPP-PA, imbuh Suparlan sembari menyatakan bahwa untuk lebih detail, forum KPAD akan mendiskusikan kembali pada minggu mendatang.
adik saya menjadi korban dalam kasus pelecehan seksual anak... nomer hape yang bisa sy hubungi berapa untuk mendapatkan pendampingan... tolong wa saya 083865178116
BalasHapus