Selasa, 15 April 2014

PERAN GENDER (PERAN REPRODUKTIF, PERAN PRODUKTIF DAN PERAN KEMASYARAKATAN)


Perbedaan jenis kelamin melahirkan perbedaan-perbedaan gender termasuk perbedaan peran, sehingga muncul istilah peran kodrati, yakni peran yang diberikan oleh Tuhan, seperti haid, hamil, melahirkan menyusui dan peran gender. Peran gender  seringkali diyakini bahwa seakan-akan juga merupakan peran kodrati yang diberikan oleh Tuhan, padahal sebenarnya peran gender diyakini sebagai ketentuan social. Dengan demikian, peran gender akan memunculkan pembagian peran yang kaku untuk laki-laki dan perempuan.
Peran kodrati bukan peran gender sehingga tidak dapat diubah, misalnya, perempuan selama ini secara kodrati mengalami haid, hamil, melahirkan , menyusui, sekaligus diberi tanggungjawab pemeliharaan anak, maka peran-peran tersebut tidak perlu diubah. Akan timbul ketidakadilan bagi perempuan apabila haid, hamil, dan melahirkan menjadi alasan untuk melarang perempuan bekerja karena harus memelihara anak

            Ada dua istilah yang merujuk peran gender yakni peran   Produktif-Reproduktif dan Publik-Domestik. Pembagian peran pada umumnya didasarkan pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki. Budaya/masyarakat menggunakan perbedaan biologis ini sebagai dasar pembagian tugas yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Pada sebagian besar masyarakat , peran gender utama perempuan dalam lingkungan keluarga adalah menjadi ibu rumah tangga, pengelola rumah tangga, ibu serta istri. Pada peran-peran inilah feminitas didefinisikan dan dinilai (bahkan oleh kaum perempuan sendiri). Peran gender utama laki-laki adalah sebagai pencari nafkah utama keluarga, sebagai kepala rumah tangga dan sebagai bapak. Peran-peran inilah maskulinitas didefinisikan dan dinilai (termasuk oleh laki-lai sendiri).
Banyak laki-laki dan perempuan masih berpikiran bahwa urusan domestic rumah tangga, termasuk pendidikan anak, merupakan tanggungjawab  perempuan meskipun suami istri sama-sama bekerja. Ibu rumah tangga diseluruh dunia melakukan berbagai macam tugas yang memiliki satu kesamaan mata rantai rumah dengan penghuninya. Mereka merawat anak, menyediakan makanan bagi keluarga (baik dari ladang keluarga atau pasar swalayan), mencuci pakaian (disungai atau dengan mesin cuci), mencari tambahan penghasilan untuk keluarga (melalui kerja paruh waktu dengan upah rendah yang tidak membahayakan pekerjaan utamanya  yaitu mengurus rumah dan keluarga).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh par aktifis perempuan bahwa permpuan pada umumnya mempunyai pekerjaan seharihari :
Bangun tidur pukul 04.00
Merapikan tempat tidur
Menyiapkan minuman pagi
Menyapu, membersihkan rumah da  halamannya
Menyiapkan sarapan pagi
Pergi berbelanja
Memasak nasi dan lauk pauk
Mengirim makanan ke sawah/lading
Mencuci pakaian
Mengambil air dan bahan bakar
Mengerjakan pekerjaan di sawah/ladanga

Ini semua memakan waktu antara 12 – 16 jam
(Sumber : Saptari dan Holzner, 1997)

            Sebenarnya, banyak perempuan yang telah bekerja diluar rumah sebagai pendidik, pedagang, peneliti, bahkan sebagai presiden. Namun tugas mengelola rumah tangga, mengasuh anak, dan sebagai pekerja sukarelawan di masyarakat masih tetap menjadi tugasnya. Dengan demikian sebenarnya perempuan mempunyai multi peran. Peran perempuan dilakukan di dalam maupun diluar rumah sekaligus, sedangkan laki-laki biasanya memiliki satu peran di luar rumah.
Pertanyaan yang sangat menarik adalah : “dapatkah kita merencanakan kebutuhan-kebutuhan umum rumah tangga yang berpendapatan rendah atau apakah penting merencanakan kebutuhan perempuan sesuai peran-peran yang selama ini dijalankan perempuan?”. Sebenarnya itu pertanyaan sederhana untuk mengawali sebuah perencanaan yang berperspektif gender. Perbedaan posisi perempuan dan laki-laki didalam rumah tangga dan penguasaan terhadap sumber daya (seperti : tanah, uang, pendidikan, dll) dan peran berbeda di dalam masyarakat menjadi pertimbangan dalam perencanaan, karena seringkali mempunyai kebutuhan yang berbeda.
Di atas telah disebutkan beberapa contoh peran yang dilakukan  perempuan, baik di dalam maupun di luar rumah. Namun, selama ini kita melihat bahwa apa yang telah dilakukan perempuan selama 12-16 jam tidaklah tampak dalam statistik nasional karena sebagian besar masyarakat kita menganggap bahwa pekerjaan tersebut tidak membawa upah atau dilakukan di dalam rumah. Dalam upaya mencapai keadilan tersebut maka kita akan mendiskusikan apa saja jenis-jenis kerja yang dilakukan oleh perempuan yang “terlihat”dan “tidak terihat”, yaitu kerja produktif, kerja reproduktif dan kerja kemasyarakatan.
Peran Reproduktif
Selama ini, peran reproduktif di konstruksikan secara social budaya sebagai tugas dan tanggungjawab perempuan. Dimanapun berada dan dalam peran apapun, tugas dan tanggungjawab itu tidak boleh ditinggalkan, sehingga tidak jarang perempuan merasa bersalah ketika dia harus melakukan pekerjaan diluar rumah dan harus meninggalkan anak-anak dan suami dirumah.
Pertanyaannya :”mengapa peran reproduktif secara alamiah menjadi tanggujngjawab perempuan?” Jawaban yang sering muncul adalah karena permpuan merawat dan memelihara anak dan ada keterkaitan alamiah dengan reproduksi kehidupan manusia.
  • Peran reproduktif adalah peran-peran yang dijalankan tidak menghasilkan uang dan biasanya dilakukan di dalam rumah
  • Peran reproduktif terdiri dari :
Pengasuhan atau pengasuhan anak
Pekerjaan –pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, menyapu, dsb
Menjamin seluruh anggota keluarga sehat
Menjamin seluruh anggota keluarga kecukupan makan
Menjamin seluruh anggota keluarga tidak lelah
(Ketiga contoh terakhir terutama ditujukan bagi anggota keluarga yang menghasilkan uang dan bekerja di luar rumah)

Tidak ada alasan mengapa perempuan ditempatkan sebagai pemelihara, pendidik dan perawat, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa, atau orang tua terutama jika mereka sakit. Kontradiksi ini merefleksikan perbedaan definisi dan arti dari kerja reproduktif. Di banyak Negara dunia ketiga, pelabelan bahwa laki-laki sebagai pencari nafkah utama, perempuan sebagai pekerja reproduktif sangat dominan. Pandangan itu tidak pernah berubah meskipun pada beberapa kasus perempuan mempunyai peran (dalam rumah tanga) sebagai pencari nafkah utama, dan laki-laki/ suami mereka memjadi pengangguran.Jika hal, tesebut terjadi, berarti perempuan harus menjalankan tiga peran sekaligus (peran reproduktif, perean produktif, dan peran kemasyarakatan). Pada banyak kasus, jika perempuan menjadi pencari nafakah utama dan laki-laki terpaksa mengangur, maka secara empiris mereka tidak berbalik menjalankan  peran reproduktif, menggantikan peran perempuan, seperti : mengasuh anak, memasak, memcuci, atau membantu istri. Perbedaan juga terjadi pada peran kemasyaraatan, jika perempuan di masyarakat berperan untuk memenuhi konsumsi bersama, sedangkan laki-laki mempunyai peran sebagai pemimpin masyrakat, seperti menjadi ketua RT atau ketua RW, anggota BPD, pendidik,      LKMD, dll.
Isu penting berkaitan dengan kerja reproduktif perempuan adalah selama ini kita tidak memberikan perhatian yang lebih luas pada kerja reproduktif, sehingga hasil kerja mereka tidak tampak dan tidak dihargai karena kerja tersebut tampak alamiah dan kadang-kadang juga dianggap sebagai “bukan pekerjaan nyata”. Hal ini berbeda dengan konsep “ kerja produktif”.

Peran Produktif
Definisi tentang kerja atau peran produktif penuh dengan kompleksitas. Kadang kerja produktif secara panjang lebar didefinisikan sebagai tugas atau aktifitas yang menghasilkan income (pendapatan), oleh karena itu mempunyai nilai , aktual atau potensial. Ini terlihat dalam ekonomi uang, termasuk kerja disektor formal maupun informal, seperti usaha yang dikelola keluarga. Saat kini kerja rumahan seperti pada kasus-kasus terakhir tidak diterima sabagai kerja yang mempunyai nilai tukar, tidak mendapatkan upah/penghasilan, sejak kerja tersebut dijalankan.
Banyak aktivis perempuan berargumentasi bahwa beberapa aktifitas yang dikatergorikan  sebagai kerja reproduktif sebenarnya dapat pula dikatergorikan sebagai kerja produktif. Mereka mengklaim bahwa kerja reproduktif juga termasuk kerja produktif. Di dalam pembangunan, tujuan dari prinsip-prinsip dalam kkonsep perencanaan gender (untuk membedakan antara peran reproduktif dan produktif perempuan) adalah tepat, guna menyoroti bentuk-bentuk kerja perempuan.Sedangkan, kategori-kategori perencanaan saat ini dibatasi hanya pada perbedaan antara kerja produktif laki-laki dan kerja reproduktif perempuan. Selain menjalankan perannya dalam kerja reprodutif dan produktif, perempuan dan laki-laki juga mempunyai peran kemasyarakatan.
Peran Kemasyarakatan
Peran perempuan untuk mengatur atau mengorganisir masyarakat masih jauh dari harapan, seperti masih adanya aktifitas yang teridentifikasi lebih bersifat memberikan layanan dan menjadi bagian dari kerja reproduktif. Sebagai contoh, di dalam kegiatan / aktivitas masyarakat di tingkat RT, perempuan selalu ditempatkan sebagai seksi konsumsi. Bentuk kerja kemasyarakatan secara factual terlihat pada kondisi ekonomi saat ini, dimana masalah pendapatan keluarga yang rendah telah mendorong masyarakat untuk memecahkannya. “Pekerjaan kemasyarakatan”, didefinisikan sebagai pekerjaan yang dilakukan pada tingkat masyarakat, di seputar pengalokasian, penyediaan dan  mengatur bagian-bagian dari pekerjaan bersama.
Peran kemasyarakatan terdiri dari aktifitas yang dilakukan di tingkat masyarakat
Peran kemasyarakatan yang dijalankan perempuan adalah aktivitas yang digunakan bersama, misalnya pelayanan kesehatan di posyandu, tanggungjawab akan ketersediaan air, berurusan dengan pengelolaan sampah rumah tangga. Semua pekerjaan tersebut biasanya tidak dibayar atau tidak diberi upah dan dilakukan secara sukarela
Peran kemasyarakatan yang dijalankan laki-laki biasanya pada tingkatan masyarakat yang diorganisir, misalnya menjadi Kepala Kelurahan/Desa, sebagai Kaur Pembangunan, sebagai anggota BPD, dll
Perbedaan tentang kebutuhan konsumsi untuk mereproduksi kekuatan tenaga kerja secara cepat dapat disosialisasikan di tingkatan masyarakat. Kenyataan bahwa dukungan perempuan terhadap pembagian kerja berbasis gender, menunjukkan bahwa rumah sebagai bidang yang mereka kuasai dan ia mengambil tanggungjawab utama untuk menyediakan kebutuhan konsumsi dalam keluarga. Kebutuhan-kebutuhan ini tidak hanya tediri dari kebutuhan konsumsi individu dalam keluarga, tetapi juga kebutuhan yang bersifat konsumsi bersama pada tetangga atau tingkatan masyarakat. Hubungan social tidak hanya terdiri dari anggota keluarga tetapi juga tetangga. Mobilisasi dan organisasi pada tingkatan masyarakat secara alamiah merupakan perluasan kerja domestic.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar