Jumat, 18 April 2014

Pengarusutamaan Gender (PUG)


          A.        Pendahuluan
Istilah “Gender Mainstreaming” sebenarnya sudah muncul pada saat diskusi-diskusi dalam Konferensi Dunia di Nairobi tahun 1985, tetapi penggunaaannya belum meluas. Sepuluh tahun kemudian, wacana “Gender Mainstreaming” muncul kembali pada rencana aksi Jakarta untuk Kemajuan Perempuan, yang kemudian diadopsi oleh Konferensi Tingkat Menteri Asia Pasifik kedua mengenai Perempuan dalam Pembangunan dan Program Aksi. Sejak saat itu, istilah Gender Mainstreaming mulai digunakan oleh beberapa lembaga dan Negara donor.
Perjuangan untuk memasukkan konsep Pengarusutamaan Gender mencapai puncak pada saat Konfereni Dunia tentang perempuan di Beijing tahun 1995. Dalam forum tersebut, semua Negara peserta (termasuk  Indonesia) menerima mandat untuk menerapkan Pengarusutamaan Gender dinegara masing-masing. Meskipun “Beijing Platform Action” sudah ditandatangani  sejak  tahun 1995, kenyataan menunjukkan bahwa ”Pengarusutamaan Gender” baru sekedar wacana dan retorika belaka, bahkan belum semua pengelola pembangunan memahami “Apa dan bagaimana Pengarusutamaan Gender”.
Indonesia sendiri, sebagai salah satu penandatanganan kesepakatan tersebut baru mencoba menerapkannya ditingkat pusat, yaitu tahun 2000 dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasioal (PROPENAS) tahun 2000-2004, yang bertujuan untuk mengembangkan kebijakan yang responsif gender sehingga kesetaraan dan keadilan cepat terwujud. Upaya ini lebih dipertegas lagi dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden RI Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, yang menyatakan bahwa seluruh Departemen maupun Lembaga non Departemen di pemerintah propinsi maupun Kabupaten/Kota harus melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pada kebijakan dan program pembangunan.

B.         Apa itu Gender Mainstreaming?
Terdapat beberapa pengertian tentang Gender Mainstreaming yang digunakan oleh banyak lembaga.
DEFINISI GENDER MAINSTREAMING MENURUT PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ADALAH:
·                       PROSES MENELAAH IMPLIKASI TERHADAP PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DARI SETIAP RENCANA    AKSI YANG TELAH DIRENCANAKAN TERMASUK UNDANG-UNDANG, KEBIJAKAN DAN PROGRAM DAN  SETIAP BIDANG DAN TINGKAT APAPUN
·                  SEBUAH STRATEGI UNTUK MEMASUKKAN ISU, PENGALAMAN DAN KEBUTUHAN PERMPUAN DAN  LAKI-LAKI KE DALAM SUATU DIMENSI YANG INTEGRAL DI DALAM RANCANGAN, PELAKSANAAN,  MONITORING DAN EVALUASI KEBIJAKAN DAN PROGRAM DALAM SETIAP BIDANG SUPAYA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI MENDAPAT MANFAAT YANG SAMA. SASARAN AKHIRNYA ADALAH KESETARAAN GENDER.
Tidak hanya PBB, Lembaga-lembaga dibawah naungan PBB dan Lembaga Donor juga mencoba mendefinisikan konsep “Gender Mainstraming” seperti ILO misalnya mendefinisikannya sebagai;
Sebuah proses memasukkan isu kesetaraan ke dalam setiap sasaran dan aktifitas program ILO untuk mempromosikan kesetaraan bagi perempuan dilapangan kerja. Strategi pengarusutamaan membangkitkan pemasukan perencanaan dan analisa gender dalam semua aktifitas ILO. Strategi  pengarusutamaan juga bermaksud pengidentifikasian kemungkinan dampak yang berbeda dari program dan proyek pada laki-laki dan perempuan serta pirantinya yang dibutuhkan untuk memasukkan bahwa aktifitas ILO mempunyai dampak yang positif pada kesetaraan  gender.
Sedangkan United Nation Development and Population (UNDP) menekankan bahwa yang dimaksud dengan “Gender Mainstreaming” adalah memperhitungkan perspektif gender ke dalam semua akstifitas dan semua prosedur organisasi. Dalam bahasa Indonesia, “Gender Mainstreaming” diartikan sebagai “Pengarusutamaan Gender” dan definisinya lebih mengadopsi definisi yang dirumuskan oleh PBB, yaitu “Suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhitungkan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan lakil-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan”
Dari beberapa definisi dan pengertian tentang “Gender Mainstreaming” tersebut dapat diambil beberapa point penting yaitu:
·      Pengarusutamaan Gender untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender
·    Mengintegrasikan perspektif  gender ke dalam kebijakan, program, proyek dan kegiatan pembangunan lintas sektoral dan di semua tingkatan baik nasional maupun daerah
·      Mengadopsi perspektif gender ke dalam setiap tahapan siklus perencanaan
·      Mentransformasikan  keseluruhan proses dan kerangka perencanaan pembangunan menjadi sensitif gender
·      Selalu memperhitungkan dampak dari peran gender dan hubungan gender terhadap ketidaksetaraan dalam memeperoleh akses dan manfaat pembangunan, khususnya dampak yang negative terhadap perempuan
·      Menciptakan suasana kondusif agar gender mainstreaming lebih mudah diterima
Selain itu, Pengarusutamaan Gender mempunyai tugas untuk mempengaruhi cara pandang pengambil keputusan, perencana dan pelaksana pembangunan (nasional, daerah dan international) untuk mendukung dan menjalankan kesetaraan gender. Tugas lainnya adalah memperkuat legitimasi dan dan kesetaraan gender sebagai suatu nilai dasar yang harus tercermin dalam tata kerja kelembagaan dan terungkap dalam proses dan pilihan pembangunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar