Minggu, 12 Juli 2015

MEMBANGUN INSTITUSI PERLINDUNGAN ANAK (bag. 1)



Oleh: Mardiadi (Ketua Umum Forum KPAD Kebumen)

Mengapa harus ada institusi Perlindungan Anak?
Mungkin itu yang muncul dipikiran kita / “banyak orang”. Terlebih di desa, banyak institusi atau lembaga tetapi hanya sebatas formalitas dan gambar tempel saja. Boleh-boleh saja-lah beranggapan seperti itu. Kita juga sering mendengar slogan bahwa, Anak adalah generasi penerus bangsa, Anak adalah harapan orang tua, bahkan dalam hadist nabi-pun disebutkan, bahwa “dipundak para pemuda-lah nasib umat (sebuah bangsa)”.
Secara kodrati memang anak adalah amanah/titipan dari Alloh SWT kepada setiap orang tua, yang didalamnya melekat sebuah tanggungjawab mutlak untuk menjaga, merawat, membimbing dan mengarahkan agar anak-anak (amanah Alloh) itu senantiasa dalam jalan yang benar (terjaga ke-fitrohan-nya). Akan tetapi kemampuan, daya kritis dan responsif orangtua sangatlah variatif. Belum lagi adanya kemajuan tekhnologi dan informasi yang terkadang diterima sepotong-sepotong, dan  tuntutan ekonomi yang semakin tinggi, yang akhirnya berdampak pada pengabaian, penelantaran bahkan kekerasan terhadap anak-anak yang semestinya dilindungi. Nahh disinilah pentingnya kepedulian sosial dari orang lain (lingkungan sekitar).
Secara yuridis, didalam Undang-Undang Nomor 35 Taun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak, diamanatkan bahwa:
1.       Pasal 20 : Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat,Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak.
2.       Pasal 74 :
1)      Dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak, dengan undang-undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen.
2)      Dalam hal diperlukan, Pemerintah Daerah dapat membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah atau lembaga lainnya yang sejenis untuk mendukung pengawasan penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah.
Didalam konteks ini bahwa anak bukan hanya tanggungjawab orangtua tetapi tanggungjawab bersama didalam mengupayakan yang terbaik bagi anak. Dengan demikian maka disinilah pentingnya ada sebuah lembaga atau institusi yang memang khusus melindungi anak-anak.
Selain alasan-alasan yang kami kemukakan diatas, juga ada beberapa permasalahan-permasalahan anak yang sering terabaikan yang dampaknya adalah pelanggaran dalam konteks Perlindungan Anak.
1.         Partisipasi dan kebebasan sipil anak.
Orangtua bahkan negara seringkali mengabaikan partisipasi anak, jarang orangtua yang mau mengajak anaknya berdiskusi tentang kebutuhan anaknya, sehingga yang terjadi adalah pemaksaan kehendak apa yang dikehendaki oleh orangtuanya harus diikuti oleh anaknya dengan tidak mempertimbangkan apakah hal itu sesuai dengan kemauan dan kemampuan anaknya atau tidak. Begitu juga negara, jarang sekali (bahkan tidak pernah) melibatkan anak dalam proses perencanaan. Partisipasi anak terbungkam, seolah-olah anak itu tidak bisa apa-apa, seolah-olah anak itu “boneka”. Dampaknya dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan program banyak yang tidak responsif anak, dan hanya mementingkan kebutuhan orang dewasa. Siapa yang paling tahu tentang kebutuhan anak? Orangtua-kah, orang dewasa-kah, negara-kah atau justru malah anak-anak itu sendiri. Jika demikian, mengapa partisipasi anak tidak dilibatkan?
Berbicara hak sipil, sudahkah pemerintah atau orangtua mencatatkan kelahiran anak?
2.         Pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya.
Berbicara tentang pendidikan, secara kuantitas memang negara “pemerintah” telah mendirikan lembaga pendidikan sampai pelosok desa dan telah memberikan banyak bantuan baik yang berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bea Siswa Miskin (BSM) maupun Bea siswa berprestasi. Namun apakah itu semua telah bisa menjamin semua anak terlayani pendidikannya? Apakah kurikulum dan pembelajaran di sekolah sudah mempertimbangkan ada waktu luang bagi anak untuk bermain, “berekreasi” dan pengembangan bakat minatnya?
Belum lagi, apakah lingkungan sekolah dan peraturan sekolah sudah ramah anak dan memberikan yang terbaik bagi anak??
3.        Kesehatan dan kesejahteraan dasar anak.
Kesehatan adalah hak dasar anak yang harus dipenuhi oleh orangtua dan negara. Pertanyaannya adalah sejauhmana layanan kesehatan yang difasilitasi oleh negara? Bagaimana pemenuhan gizi yang diberikan orangtua kepada anaknya?
Ketika bicara kesejahteraan anak, adakah anak yang menjadi pekerja anak? trafficking? bagaimana nasibnya?
4.        Penguatan dukungan keluarga dan pengasuhan alternatif.
Keluarga (orangtua) mempunyai peranan penting dalam tumbuh kembang anak, pendidikan keluarga menjadi salah satu penentu bagaimana anak itu akan terbentuk.  Namun realita dilapangan sering dijumpai banyak anak yang “terabaikan”
5.        Perlindungan anak dalam situasi khusus.
Lahirnya aturan sebagai payung hukum perlindungan anak ternyata juga belum mampu melindungi anak secara nyata. Minimnya pemahaman menjadi salahsatu pemicu maraknya kekerasan anak. Pernikahan usia anak, pekerja anak, anak terlibat dalam pawai politik, kekerasan fisik dan seksual dan kekerasan lainnya justru sering terjadi disekitar kita. Mengapa? Siapa yang bertanggungjawab?

Mengacu pada aturan diatas (UU 35/2014) bahwa Institusi Perlindungan Anak dapat:
1.         Berbasis di pemerintahan (Government Based);
2.         Berbasis lembaga bukan pemerintah (Non-Government Based) independent;
3.        Berbasis dimasyarakat ( Community Based);
4.        Collaburation ….networking and refferral.
Eksistensi Institusi Perlindungan Anak ( Ideally…normatif)
   Merespons kebutuhan-kebutuhan dasar dan hak tumbuh kembang anak )*tersebut diatas.
   Komisi Perlindungan Anak … mengakomodir dalam struktur program untuk kepentingan terbaik anak terdiri al;
   Sub Komisi (komite) Perlindungan khusus ; trafiking, eska, PBTA, child abuse, pengungsi dan anak minoritas serta dalam situasi khusus.
   Sub Komisi (Komite) Kesehatan dan kesejahteraan dasar : gizi buruk, akb, personal hygines,KRR,sanitasi, Peredaran makanandan  minuman, pencemaran dan lingkungan sehat dll
   Sub Komisi (komite) Pendidikan dan kegiatan budaya ; Putus sekolah, sekolah ramah anak, kekerasan disekolah, kurikulum, pola ajar dll.
   Sub Komisi (komite) penguatan keluarga : regulasi kuasa asuh dan adopsi, review penempatan anak dalam panti, pengawasan dll.
   Sub Komisi (komite) partispasi anak dan kebebasan sipil  : partisipasi dan suara anak, forum anak, akte kelahiran, stigmatisasi. Bulliying, diskrimnasi dll.

Bagaimana dibangun? Penguatan pemahaman dan kesadaran para pihak.
   Penguatan komitmen dan keinginan bersama (political will).
   Penguatan aksi bersama ( common action)

Bentuk-bentuk penguatan institusi  Perlindungan Anak
   PENGUATAN KELEMBAGAAN/ORGANISASI.
   PENGUATAN PROGRAM
   PENGUATAN FINANSIAL/BUDGETER.
   PENGUATAN JARINGAN DAN STAKEHOLDERS

Penguatan kelembagaan:
   Menetapkan takrif lembaga.(bidang  pokok)
   Menetapkan mandate.
   Menetapkan visi.
   Menetapkan missi.
   Nilai-nilai.
   Prinsip kerja.
   Bidang kegiatan Utama.
   Struktur organisasi. Dan SOP manajemen administrasi, pelayanan dan staffing
   Slogan.dan simbol logo

Penguatan program:
  1. Analisa situasi (internal dan eksternal (umum dan tugas).
  2. Menetapkan issue strategis.
  3. Menetapkan tanggapan / program strategis.
  4. Menetapkan tujuan pengembangan.
  5. Menetapkan outcomes.
  6. Menetapkan bentuk-bentuk kegiatan.
  7. Output dan keluaran kegiatan
  8. Indikator outcomes maupun output.
  9. Instrumen verifikasidan asumsi-asumsi
 Penguatan finansial:
   Pengelolaan sumber daya dan Fund raising.
   Menetapkan SOP manajemen keuangan.
   Advokasi anggaran
   Akuntabilitas publik

Penguatan jaringan dan stakeholders:
   Pelibatan dalam perencanaan.
   Pelibatan dalam implementasi.
   Pelibatan dalam monitor dan progress
   Pelibatan dalam evaluasi dan pengembangan program lanjutan.
   Tanggung renteng…. Beban institusi… masuk dalam statuta lembaga.

 *) disarikan dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar