Kalimat itu tercetus dari mulut anak
muda berperawakan kecil. Kata-katanya mengalir deras bagai rentetan mitraliur.
Tempo bicaranya cepat. Sorot mata dan nada bicaranya menunjukkan kesungguhan. Tempaan
hidup yang keras tampak sekali membentuk karakternya.
Anak muda itu bernama Agung
Widhianto. Ia lahir dari pasangan Widhartono dan Mulyati pada 31 Mei 1994. Ayahnya
penarik becak. Ibunya pernah lama sebagai penjual makanan di Stasiun Kebumen. Sejak
kecil, Agung dididik untuk tidak larut dalam keprihatinan ekonomi.
“Ayah saya selalu bilang kalau saya
harus bisa jadi orang hebat. Untuk itu, saya harus belajar bagaimana menjadi
orang yang susah agar saat sukses kelak tidak meremehkan mereka yang susah,” ungkap
peraih beasiswa bidik misi ini.
Pengagum Bung Karno ini benar-benar
ingin menunjukkan pada semua orang bahwa kemiskinan, keterbelakangan, dan
keterpurukan bukanlah hambatan berarti untuk menggapai apa yang diinginkan.
“Modal kesuksesan adalah
kesungguhan, kerja keras, dan keyakinan dalam berdoa,” tegas pehobi puisi ini.
Agung memang sedang membangun tangga
kesuksesannya. Pada Februari 2013, ia berangkat ke London sebagai anggota Komite
Pengarah Muda (Youth Steering
Commitee) Plan Internasional. Sebagai perwakilan Asia, ia akan bertemu dengan
enam pemuda lainnya dari Benua Eropa, Amerika, Afrika, dan Amerika Latin. Mereka
membentuk rapat kecil dan membahas agenda untuk member assembly pada bulan Juni 2013 di Belanda.
“Saya membawa isu pluralisme dan
multikulturalisme. Sampelnya adalah anak muda Kebumen. Saya banyak membekali
diri saya dengan data tentang anak muda Kebumen. Intinya, anak muda Kebumen
sebagai bagian dari anak muda Indonesia, itu berbeda dengan anak muda di
belahan dunia lainnya. Jadi, kebutuhannya pun akan berbeda.”
Pencapaian Agung tidak diraih dalam
sekejap mata. Ia perlu menapaki jalan berliku untuk sampai pada titik
sekarang.
Sejak kecil, Agung telah akrab dengan
kehidupan di Stasiun Kebumen. Sang ayah menyewa sebuah kios dagang di situ. Agung
banyak diajari ayahnya untuk membaca dan menulis. Ia pun meraup berupa-rupa
pengetahuan dari ragam orang yang ditemuinya, di antaranya adalah jurnalis. Pertemuan
dan bincang-bincang itu rupanya membekas kuat dalam dirinya. Satu hal yang
memantik Agung bercita-cita sebagai reporter ulung.
Sewa kios yang kian mahal, ayahnya pun
memutuskan untuk menjadi tukang becak. Agung diminta belajar sambil menunggui
becak. Ia bisa beristirahat kalau ayahnya pergi mengantarkan penumpang.
Sejak kelas 6 di SD Negeri 5 Panjer
hingga kelas 9 di SMP Negeri 3 Kebumen, Agung membantu ibunya jualan makanan di
Stasiun Kebumen. Dia jualan tiap pagi sebelum berangkat sekolah dan sore seusai
bantu ibunya belanja bahan makanan dan mengolahnya.
Pada masa SMP, Agung mulai aktif di
organisasi. Saat kelas 7, ia terpilih menjadi Ketua Regu Pramuka. Di kelas 8,
ia menjadi Ketua Dewan Pramuka. Posisinya di Pramuka naik terus hingga
sekarang.
Perkenalannya dengan Plan diawali
dengan mengikuti pertemuan anak tingkat kabupaten di Benteng Van Der Wijk,
Gombong. Saat itu Agung masih duduk di kelas 8 SMP. Selama kegiatan, ia sangat
aktif dan berani berargumen. Oleh panitia, ia pun diajak bergabung dalam
Komunitas Peduli Anak Kebumen (KOMPAK) untuk mempromosikan hak-hak anak.
Seiring waktu berjalan, ia menduduki posisi ketua saat berada di kelas 10 SMP.
Selain itu, Agung ikut Forum Anak
Kabupaten Kebumen yang merupakan bentukan pemerintah. Ia dimandatkan pula
memimpin forum tersebut.
Sejak itu, jam terbangnya kian tinggi
dalam organisasi. Ia harus siap dipanggil untuk mewakili KOMPAK di berbagai
acara. Setidaknya, ada 40 kegiatan yang pernah ia ikuti, baik itu lingkup
kabupaten, propinsi, hingga nasional sejak kelas 8 SMP hingga 3 SMA. Belum lagi
kegiatan di kampus.
“Saya banyak mewakili suara
teman-teman. Saya tidak fokus membenahi manajemen dalam tubuh KOMPAK itu
sendiri. Dan, saya datang ketika ada reorganisasi,” terang Ketua Majelis Besar
KOMPAK ini.
Selama ini, KOMPAK telah didukung
oleh Plan Program Unit Kebumen juga pemerintah Kebumen. Sebagai tindak lanjut,
Agung dan teman-temannya sepakat membentuk Dewan Anak Muda Kebumen. Mereka
telah mengadakan kongres pada 26-27 Januari 2013.
Tentang motivasinya membentuk Dewan
Anak Muda Kebumen ini, Agung menjelaskan,
“Saya ingin membawa anak-anak muda Kebumen agar aktif, kritis, dan
responsif terhadap hak-haknya. Saya mengajak teman-teman Kebumen untuk
mengonsep cara agar suara kami didengar oleh pemerintah dalam bentuk yang lebih
kuat lagi. Bukan dalam bentuk perseorangan.”
Melalui wadah ini pula, Agung hendak
menyalurkan pengalaman dan kemampuannya pada anak-anak muda Kebumen. “Saya
ingin memampukan mereka untuk bisa lebih dari saya,” cetus pembelajar tipe
auditori ini.
Belajar dengan cara mendengarkan,
demikianlah Agung. Ia punya prinsip, “Saya tidak tahu banyak hal, makanya saya
ingin tahu”. Caranya dengan bertanya dan menjelaskan ke orang lain. Jika ia
dapat pengetahuan tentang suatu hal dari orang lain, maka akan ia sampaikan
pengetahuan tersebut ke orang lain dalam bentuk berbeda. Mengenai ini, ia punya
pandangan yang filosofis.
“Pengetahuan itu bicara tentang
teori, tapi kebijaksanaan itu bicara tentang praktik. Pengetahuan itu cenderung
berbicara, tapi kebijaksanaan itu cenderung mendengarkan.” Di sela-sela kesibukan kuliah
sebagai mahasiswa Ilmu Politik dan Pemerintahan UGM angkatan 2012, Agung hampir
tiap minggu ke Kebumen. Ia menjadi fasilitator, motivator, juga trainer untuk beberapa acara di sekolah
dan tempat lain. Ia biasanya membagikan pengalamannya, berdiskusi dengan
teman-teman, serta untuk keperluan wawancara.
Ia mengaku jika tidak dibantu Plan,
ia tidak akan berjuang seperti saat ini.
“Saya difasilitasi Plan. Sampai saat
ini, saya tidak pernah melupakan orang-orang yang pernah membantu saya. Mereka
adalah tonggak-tonggak kesuksesan saya. Kalau saya melupakan mereka, saya akan
merobohkan itu semua dan jatuh.”
Kiprahnya di berbagai ranah
organisasi, khususnya KOMPAK, kian mematangkan karakter kepemimpinan dalam diri
Agung. Ia bisa sampai ke London juga berkat godokan selama berkecimpung di
ragam wadah yang menyuarakan perlindungan hak-hak anak.
Baginya, prinsip dalam berjuang adalah
kemanusiaan. Bagaimana manusia dimanusiakan. Dan, manusia itu benar-benar
menjadi manusia bagi orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar