Oleh: Mardiadi (Ketua Umum Forum KPAD
Kebumen)
Mengapa harus ada institusi Perlindungan
Anak?
Mungkin itu yang muncul
dipikiran kita / “banyak orang”. Terlebih di desa, banyak institusi atau
lembaga tetapi hanya sebatas formalitas dan gambar tempel saja. Boleh-boleh
saja-lah beranggapan seperti itu. Kita juga sering mendengar slogan bahwa, Anak
adalah generasi penerus bangsa, Anak adalah harapan orang tua, bahkan dalam
hadist nabi-pun disebutkan, bahwa “dipundak para pemuda-lah nasib umat (sebuah
bangsa)”.
Secara kodrati memang anak
adalah amanah/titipan dari Alloh SWT kepada setiap orang tua, yang didalamnya
melekat sebuah tanggungjawab mutlak untuk menjaga, merawat, membimbing dan
mengarahkan agar anak-anak (amanah Alloh) itu senantiasa dalam jalan yang benar
(terjaga ke-fitrohan-nya). Akan tetapi kemampuan, daya kritis dan responsif
orangtua sangatlah variatif. Belum lagi adanya kemajuan tekhnologi dan informasi
yang terkadang diterima sepotong-sepotong, dan
tuntutan ekonomi yang semakin tinggi, yang akhirnya berdampak pada
pengabaian, penelantaran bahkan kekerasan terhadap anak-anak yang semestinya
dilindungi. Nahh disinilah pentingnya kepedulian sosial dari orang lain
(lingkungan sekitar).
Secara yuridis, didalam
Undang-Undang Nomor 35 Taun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang perlindungan Anak, diamanatkan bahwa:
1.
Pasal 20 : Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Masyarakat,Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak.
2.
Pasal 74 :
1) Dalam rangka meningkatkan
efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak, dengan undang-undang ini
dibentuk Komisi Perlindungan
Anak Indonesia yang bersifat independen.
2) Dalam hal diperlukan, Pemerintah Daerah dapat membentuk Komisi
Perlindungan Anak Daerah atau lembaga lainnya yang sejenis untuk mendukung
pengawasan penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah.
Didalam konteks ini
bahwa anak bukan hanya tanggungjawab orangtua tetapi tanggungjawab bersama
didalam mengupayakan yang terbaik bagi anak. Dengan demikian maka disinilah
pentingnya ada sebuah lembaga atau institusi yang memang khusus melindungi
anak-anak.
Selain
alasan-alasan yang kami kemukakan diatas, juga ada beberapa permasalahan-permasalahan
anak yang sering terabaikan yang dampaknya adalah pelanggaran dalam konteks Perlindungan
Anak.
1.
Partisipasi dan kebebasan sipil anak.
Orangtua
bahkan negara seringkali mengabaikan partisipasi anak, jarang orangtua yang mau
mengajak anaknya berdiskusi tentang kebutuhan anaknya, sehingga yang terjadi
adalah pemaksaan kehendak apa yang dikehendaki oleh orangtuanya harus diikuti
oleh anaknya dengan tidak mempertimbangkan apakah hal itu sesuai dengan kemauan
dan kemampuan anaknya atau tidak. Begitu juga negara, jarang sekali (bahkan tidak
pernah) melibatkan anak dalam proses perencanaan. Partisipasi anak terbungkam,
seolah-olah anak itu tidak bisa apa-apa, seolah-olah anak itu “boneka”.
Dampaknya dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan program banyak yang tidak
responsif anak, dan hanya mementingkan kebutuhan orang dewasa. Siapa yang
paling tahu tentang kebutuhan anak? Orangtua-kah, orang dewasa-kah, negara-kah
atau justru malah anak-anak itu sendiri. Jika demikian, mengapa partisipasi
anak tidak dilibatkan?
Berbicara
hak sipil, sudahkah pemerintah atau orangtua mencatatkan kelahiran anak?
2.
Pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya.
Berbicara
tentang pendidikan, secara kuantitas memang negara “pemerintah” telah
mendirikan lembaga pendidikan sampai pelosok desa dan telah memberikan banyak
bantuan baik yang berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bea Siswa Miskin
(BSM) maupun Bea siswa berprestasi. Namun apakah itu semua telah bisa menjamin
semua anak terlayani pendidikannya? Apakah kurikulum dan pembelajaran di
sekolah sudah mempertimbangkan ada waktu luang bagi anak untuk bermain,
“berekreasi” dan pengembangan bakat minatnya?
Belum
lagi, apakah lingkungan sekolah dan peraturan sekolah sudah ramah anak dan
memberikan yang terbaik bagi anak??
3.
Kesehatan dan kesejahteraan dasar anak.
Kesehatan
adalah hak dasar anak yang harus dipenuhi oleh orangtua dan negara.
Pertanyaannya adalah sejauhmana layanan kesehatan yang difasilitasi oleh
negara? Bagaimana pemenuhan gizi yang diberikan orangtua kepada anaknya?
Ketika
bicara kesejahteraan anak, adakah anak yang menjadi pekerja anak? trafficking? bagaimana
nasibnya?
4.
Penguatan dukungan keluarga dan pengasuhan alternatif.
Keluarga
(orangtua) mempunyai peranan penting dalam tumbuh kembang anak, pendidikan
keluarga menjadi salah satu penentu bagaimana anak itu akan terbentuk. Namun realita dilapangan sering dijumpai
banyak anak yang “terabaikan”
5.
Perlindungan anak dalam situasi khusus.
Lahirnya
aturan sebagai payung hukum perlindungan anak ternyata juga belum mampu
melindungi anak secara nyata. Minimnya pemahaman menjadi salahsatu pemicu
maraknya kekerasan anak. Pernikahan usia anak, pekerja anak, anak terlibat
dalam pawai politik, kekerasan fisik dan seksual dan kekerasan lainnya justru
sering terjadi disekitar kita. Mengapa? Siapa yang bertanggungjawab?
Mengacu pada aturan
diatas (UU 35/2014) bahwa Institusi Perlindungan Anak dapat:
1.
Berbasis di pemerintahan (Government Based);
2.
Berbasis lembaga bukan pemerintah (Non-Government Based)
independent;
3.
Berbasis dimasyarakat ( Community Based);
4.
Collaburation ….networking and refferral.
Eksistensi
Institusi Perlindungan Anak ( Ideally…normatif)
► Merespons kebutuhan-kebutuhan
dasar dan hak tumbuh kembang anak )*tersebut diatas.
► Komisi Perlindungan
Anak … mengakomodir dalam struktur program untuk kepentingan terbaik anak
terdiri al;
► Sub Komisi
(komite) Perlindungan khusus ;
trafiking, eska, PBTA, child abuse, pengungsi dan anak minoritas serta dalam
situasi khusus.
► Sub Komisi (Komite)
Kesehatan dan kesejahteraan dasar : gizi buruk, akb, personal
hygines,KRR,sanitasi, Peredaran makanandan
minuman, pencemaran dan lingkungan sehat dll
► Sub Komisi
(komite)
Pendidikan dan kegiatan budaya
; Putus sekolah, sekolah ramah anak, kekerasan disekolah, kurikulum, pola ajar
dll.
► Sub Komisi (komite)
penguatan keluarga : regulasi kuasa asuh dan adopsi, review penempatan anak
dalam panti, pengawasan dll.
► Sub Komisi (komite)
partispasi anak dan kebebasan sipil :
partisipasi dan suara anak, forum anak, akte kelahiran, stigmatisasi. Bulliying, diskrimnasi dll.
Bagaimana dibangun? Penguatan pemahaman dan kesadaran para pihak.
► Penguatan komitmen
dan keinginan bersama (political will).
► Penguatan aksi
bersama ( common action)
Bentuk-bentuk penguatan institusi Perlindungan Anak
► PENGUATAN
KELEMBAGAAN/ORGANISASI.
► PENGUATAN PROGRAM
► PENGUATAN
FINANSIAL/BUDGETER.
► PENGUATAN JARINGAN
DAN STAKEHOLDERS
Penguatan kelembagaan:
► Menetapkan takrif
lembaga.(bidang pokok)
► Menetapkan mandate.
► Menetapkan visi.
► Menetapkan missi.
► Nilai-nilai.
► Prinsip kerja.
► Bidang kegiatan
Utama.
► Struktur
organisasi. Dan SOP manajemen administrasi, pelayanan dan staffing
► Slogan.dan simbol
logo
Penguatan program:
- Analisa situasi (internal dan eksternal (umum dan tugas).
- Menetapkan issue strategis.
- Menetapkan tanggapan / program strategis.
- Menetapkan tujuan pengembangan.
- Menetapkan outcomes.
- Menetapkan bentuk-bentuk kegiatan.
- Output dan keluaran kegiatan
- Indikator outcomes maupun output.
- Instrumen verifikasidan asumsi-asumsi
Penguatan finansial:
► Pengelolaan sumber
daya dan Fund raising.
► Menetapkan SOP
manajemen keuangan.
► Advokasi anggaran
► Akuntabilitas
publik
Penguatan jaringan dan stakeholders:
► Pelibatan dalam
perencanaan.
► Pelibatan dalam
implementasi.
► Pelibatan dalam
monitor dan progress
► Pelibatan dalam
evaluasi dan pengembangan program lanjutan.
► Tanggung renteng….
Beban institusi… masuk dalam statuta lembaga.
*) disarikan dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar